Yang pertama ada Sri Sultan Hamengkubuwono X, kepala DIY itu memberikan wejangannya kepada kepala negara ini agar tidak ikut berkampanye dalam pilpres 2024. Wejangan disampaikan dalam acara Jogja Nyawiji ing Pesta Demokrasi di Monumen Jogja Kembali, Sleman. Kepada para wartawan yang hadir, Sri Sultan HB X menuturkan agar Pak lurah, begitu menyebutnya presiden Jokowi, agar tidak usah ikutan kampanye.
“Itu harapan kita bersama sehingga polarisasi di masyarakat tidak terjadi, nah kalau itu terjadi kan yang repot Pak Lurah sendiri, dengan perangkatnya,” lanjut Sri Sultan HB X.
Tokoh lain yang menyuarakan wejangannya ada Guru Besar Intelijen Hendropiyono, yang meminta Presiden Jokowi agar tidak ikut mengintervensi. Dalam pidatonya di acara Sumpah Pemuda, Hendropiyono menuturkan bagaimana dia mengenal sosok Jokowi dari pilkada DKI Jakarta.
Dia menyampaikan keresahannya, dan berharap Pak Jokowi bisa menegasi situasi hari ini tentang hukum yang lemah dan dipakai untuk memuluskan jalan anak sulungnya.
“Pak Jokowi yang pernah dekat sekali dengan saya saat Pilkada DKI sampai dengan pilpres 2 kali, bahwa para pendukung anda bisa jadi beringas jika tangan adikuasa yang tidak terlihat dan tidak terasa melakukan intervensi. Itu bisa langsung maupun tidak langsung melakukan sabotase yang kita sudah tidak punya lagi hukum untuk menghadapi gerakan subversif yang demikian itu”, papar Guru Besar Intelijen Hendropiyono.
Di lain kalangan ada pengamat pertahanan dan militer yang mulai mengeluarkan pendapatnya. Dia mengaku marah kepada presiden Jokowi, karena sang presiden tidak menjalankan fatsun politik. Tidak tertulis karena hal itu berhubungan dengan moral berpolitik. Jokowi sudah terlalu jauh ikut campur dalam pilpres, sampai mengotak-atik hukum demi anaknya. Semua demi kekuasaan yang harus diteruskan oleh keturunannya.
Connie yang ikut geram juga mengungkapkan kekecewaan salah satu hakim MK, yang ingin membubarkan MK saja karena dinilai membuat malu dengan putusan yang berpihak pada anak presiden.
Jauh sebelum para tokoh publik menyuarakan ketidakadilan, barisan para simpatisan yang sudah mengawal Jokowi juga sudah menyampaikan keresahan mereka terhadap tindakan Jokowi yang menginginkan perpanjangan kekuasaan lewat anaknya. Namun semua hanya dianggap sebagai angin lalu, karena nyatanya Pak Presiden semakin nyaman melanggengkan tindakannya bersama anak buahnya di pemerintahan untuk memenangkan Gibran.
Para pengamat sudah berbondong-bondong menyampaikan hasil analisisnya terhadap tindakan Jokowi dan situasi yang terjadi hari ini. Bahkan mereka menilai Jokowi semakin tidak konsisten, atau memang sudah berubah karena menjelang habisnya waktu berkuasanya di negeri ini.
Suara para pengamat ini yang membuktikan bahwa memang rakyat dikorbankan oleh pemimpinnya sendiri. Seperti yang diungkapkan Connie, rakyat diam bukan berarti mereka tidak tahu. Tapi rakyat ingin melihat sampai mana Pak Jokowi berbuat. Semua pasti akan ada masanya meledak di saat kekesalan itu sudah waktunya diluapkan. (*Melihat Indonesia)